TEHNIK ADVOKASI DASAR
DEFINISI ADVOKASI
l Advocate
dalam bahasa Inggris dapat berarti menganjurkan, memajukan (to promote),
menyokong atau memelopori. Dengan kata lain, advokasi juga bisa diartikan
melakukan ‘perubahan’ secara terorganisir dan sistematis.
l Menurut
Mansour Faqih, Alm., dkk, advokasi adalah usaha sistematis dan terorganisir
untuk mempengaruhi dan mendesakkan terjadinya perubahan dalam kebijakan publik
secara bertahap-maju (incremental).
l Julie
Stirling mendefinisikan advokasi sebagai serangkaian tindakan yang berproses
atau kampanye yang terencana/terarah untuk mempengaruhi orang lain yang hasil
akhirnya adalah untuk merubah kebijakan publik.
l Sedangkan
menurut Sheila Espine-Villaluz, advokasi diartikan sebagai aksi strategis dan
terpadu yang dilakukan perorangan dan kelompok untuk memasukkan suatu masalah
(isu) kedalam agenda kebijakan, mendorong para pembuat kebijakan untuk
menyelesaikan masalah tersebut, dan membangun basis dukungan atas kebijakan
publik yang diambil untuk menyelesaikan masalah tersebut.
PIJAKAN ADVOKASI
l Dalam
literature sosial, advokasi secara umum dapat didefinisikan sebagai serangkaian
gerakan sistemik, terorganisir, yang dilakukan dengan sadar, untuk mendorong
perubahan sosial dalam kerangka system yang ada.
l Yang
menjadi pusat pijakan advokasi adalah nilai-nilai keadilan, kebenaran, accountability,
transparansi, dan nilai-nilai luhur lainnya.
JENIS ADVOKASI
l Advokasi
secara umum dibagi menjadi dua, pertama advokasi litigasi. Kedua, advokasi
nonlitigasi.
l Yang
dimaksud dengan advokasi litigasi adalah advokasi yang dilakukan sampai ke
pengadilan untuk memperoleh keputusan hukum yang pasti atau resmi. Advokasi
litigasi memiliki beberapa bentuk seperti class-action, judicial review,
dan legal standing.
l Sedangkan
advokasi nonlitigasi dapat berupa pengorganisasian masyarakat, negosiasi,
desakan massa (demosntrasi, mogok makan, pendudukan, dan lainnya) untuk
memperjuangkan haknya
SISTEM HUKUM DALAM
ADVOKASI
l Pertama, isi
hukum (content of law) yakni uraian atau penjabaran tertulis dari
suatu kebijakan yang tertuang dalam bentuk UU, PP, Keppres dan lain sebagainya
atau karena adanya ‘kesepakatan umum’ (konvensi) tidak tertulis yang
dititikberatkan pada naskah (teks) hukum tertulis atau aspek tekstual dari sistem
hukum yang berlaku.
l Kedua, tata
laksana hukum (structure of law) yang merupakan
seperangkat kelembagaan dan pelaksana dari isi hukum yang berlaku. Dalam
pengertian ini tercakup lembaga-lembaga hukum (pengadilan, penjara, birokrasi,
partai politik dll) dan para aparat pelaksananya (hakim, jaksa, pengacara,
polisi, tentara, pejabat pemerintah, anggota parlemen).
l Ketiga, adalah
budaya hukum (culture of law) yakni persepsi,
pemahaman, sikap penerimaan, praktek-praktek pelaksanaan, penafsiran,
penafsiran terhadap dua aspek hukum diatas, isi dan tata-laksana hukum. Oleh karena itu idealnya suatu kegiatan atau
program advokasi harus mencakup sasaran perubahan ketiga-tiganya. Dengan
demikian, suatu kegiatan advokasi yang baik adalah yang secara sengaja dan
sistematis didesain untuk mendesakkan terjadinya perubahan, baik dalam isi,
tata-laksana maupun budaya hukum yang berlaku. Perubahan itu tidak harus selalu
terjadi dalam waktu yang bersamaan, namun bisa saja bertahap atau berjenjang
dari satu aspek hukum tersebut yang dianggap merupakan titik-tolak paling
menentukan.
KERANGKA KERJA
ADVOKASI
l Proses-proses
legislasi dan juridiksi, yakni kegiatan pengajuan usul, konsep,
penyusunan academic draft hingga praktek litigasi untuk melakukan judicial
review, class action, legal standing untuk meninjau ulang isi hukum sekaligus
membentuk preseden yang dapat mempengaruhi keputusan-keputusan hukum
selanjutnya.
l Proses-proses
politik dan birokrasi, yakni suatu upaya atau kegiatan untuk
mempengaruhi pembuat dan pelaksana peraturan melalui berbagai strategi, mulai
dari lobi, negoisasi, mediasi, tawar menawar, kolaborasi dan sebagainya.
l Proses-proses
sosialisasi dan mobilisasi, yakni suatu kegiatan untuk membentuk
pendapat umum dan pengertian yang lebih luas melalui kampanye, siaran pers,
unjuk rasa, boikot, pengorganisasian basis, pendidikan politik, diskusi publik,
seminar, pelatihan dan sebagainya. Untuk membentuk opini publik yang baik,
dalam pengertian mampu menggerakkan sekaligus menyentuh perasaan terdalam
khalayak ramai, keahlian dan ketrampilan untuk mengolah, mengemas isu melalui
berbagai teknik, sentuhan artistik sangat dibutuhkan.
ASPEK-ASPEK STRATEGI
ADVOKASI
l Pertama, bahwa
dalam advokasi kita harus menentukan target yang jelas. Maksudnya kita harus menentukan kebijakan publik macam apa yang akan kita ubah. Apakah itu UU, Perda atau
produk hukum lainnya.
l Kedua, kita juga harus
menentukan prioritas mengingat tidak semua kebijakan bisa diubah dalam waktu
yang cepat. Karena itu, kita harus menentukan prioritas mana dari masalah dan
kebijakan yang akan diubah.
l Ketiga, realistis. Artinya
bahwa kita tidak mungkin dapat mengubah seluruh kebijakan public. Oleh karena
itu kita harus menentukan pada sisi-sisi yang mana kebijakan itu harus dirubah.
Misalnya pada bagian pelaksanaan kebijakan, pengawasan kebijakan atau yang
lainnya.
l Keempat, batas waktu yang
jelas. Alokasi waktu yang jelas akan menuntun kita dalam melakukan tahap-tahap kegiatan advokasi, kapan dimulai dan kapan akan selesai.
l Kelima, dukungan logistik.
Dukungan sumber daya manusia dan dana sangat dibutuhkan dalam melakukan kegiatan advokasi.
l Keenam, analisa ancaman dan
peluang.
KEBUTUHAN SEBELUM
MELAKUKAN ADVOKASI
l Memiliki jumlah anggota aktif yang memadai
l Mampu menjangkau ke banyak kelompok massa
l Mampu membangun aliansi dengan kelompok lain yang kuat
l Memiliki kelompok inti yang terdiri dari orang-orang yang
berpengaruh dan dikenal luas
l Memiliki kredibilitas
l Mempunyai legitimasi
l Memiliki informasi yang cukup dan memadai
l Mampu merumuskan issu
l Memiliki kemampuan dan kewenangan yang diakui dan
dihormati
l Memiliki keteguhan moral
Riset Advokasi dan Riset Akademis
TAHAPAN ADVOKASI
l Membentuk lingkar inti: Langkah pertama dari proses advokasi adalah memebentuk lingkar inti, yaitu
kumpulan orang atau organisasi yang menjadi penggagas serta pengendali utama
seluruh kegiatan advokasi. Sedemikian pentingnya posisi ini, sehingga orang
atau organisasi yang berada didalamnya haruslah memiliki kesamaan visi dan
analisis (bahkan ideologi) yang jelas terhadap issu yang diadvokasi.
l Memilih issu strategis: Tugas pertama dari lingkar inti adalah merumuskan issu tertentu yang
diadvokasi. Issu yang dirumuskan tersebut dapat dikatakan menjadi suatu issu
strategis jika: Aktual, Penting dan mendesak, Sesuai dengan kebutuhan dan
aspirasi masyarakat, Berdampak positif pada perubahan sosial yang lebih baik,
Sesuai dengan visi dan agenda perubahan sosial yang lebih besar.
l Merancang sasaran dan strategi: Dalam merancang sasaran dan strategi dapat digunakan metode SMART, yaitu: Spesifik;
dalam arti rumusan sasaran memang spesifik, kongkrit, dan jelas. Measurable;
dalam arti hasilnya punya indikator yang jelas sehingga dapat dipantau dan
diketahui. Realistis; dalam arti apakah sasaran mungkin dapat dicapai. Time
Bound; dalam arti punya batas waktu yang jelas.
l Mengolah data dan mengemas informasi: Salah satu cara yang dikenal dalam mengolah data dalam proses advokasi
adalah dengan melakukan riset advokasi. Riset advokasi sebenarnya lebih
merupakan riset terapan, terutama dalam bentuk kajian kebijakan dengan tujuan
mengumpulkan sebanyak mungkin data dan mengolahnya sebagai informasi yang
diperlukan untuk mendukung semua kegiatan lain dalam proses advokasi; dalam
rangka memilih dan merumuskan issu strategis, sebagai bahan proses legislasi, untuk
keperluan lobby dan kampanye, dan sebagainya
BAGAIMANA MENGEMAS
INFORMASI UNTUK ADVOKASI?
CIRI DAN UNSUR ALIANSI
YANG EFEKTIF
- Fokus pada tujuan dan sasaran advokasi yang disepakati bersama
- Tegas dalam menetapkan dan menggarap satu atau beberapa issu yang disepakati bersama
- Ada pembagian peran dan tugas yang jelas antara para pihak yang terlibat
- Terbentuk sebagai hasil atau dampak dari adanya pertentangan dalam masyarakat
- Memanfaatkan konflik yang muncul sebagai upaya konstruktif dalam menjaga dinamika dan perimbangan (perlu fleksibilitas)
- Ada kemungkinan lahir bentuk-bentuk kerjasamabaru yang lebih berkembang di masa mendatang
- Ada mekanisme komunikasi yang baik dan lancar
- Dibentuk dengan jangka waktu yang jelas
LANGKAH TAKTIS ADVOKASI
1.
MENGUPAYAKAN ADANYA KEPEMIMPINAN ORGANISASI YANG KUAT DAN KREDIBEL
2.
MELAKUKAN INVESTIGASI
ISU YANG MENDESAK
3.
PEMBACAAN, ANALISIS
DATA ATAU ISU/ PENCARIAN DAN PENELITIAN FAKTA
4.
MERUMUSKAN STRATEGI
DINAMIS: (1) Statement missi (Mission statement), (2) Tujuan dan sasaran
advokasi, (3) Rancangan stragi dan tindakan, (4) Rencana aksi (plan of
actions)
5.
MENCARI DUKUNGAN YANG
BESAR DARI KONSTITUEN ATAU KELOMPOK PENDUKUNG
6.
MOBILISASI DAN AKSI
YANG TERLIBAT: (1) Pertemuan para pembuat keputusan, (2) Pertemuan para
pelanggar HAM, (3) Interview media massa, (4) Public Hearing, (5) Public
Meeting, (6) Parlementary Hearing, (7) Kesaksian Pengadilan, (8) Pengajuan
Petisi, (9) Boikot, Pawai Protes, Aksi Massa.
Keren sob
BalasHapuswww.kiostiket.com
Good *_*
BalasHapusga usah pake lagu gan, alay
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusMakasih sumbangan pencerdasannya..
BalasHapusbaca juga http://advokasilingkungan165.blogspot.co.id/2017/10/membentuk-pendapat-umum.html
BalasHapusmanstappp, bro
BalasHapusBoleh minta sumber yang jelas.. Buku atau jurnal.. Mengenai advokasi..
BalasHapusMakasih
maaf, mau tanya. sumber referensi nya dari mana yah? klo boleh tau. biar lebih akurat datanya
BalasHapus